
Sejarah Jilbab di Indonesia
Sarah mantovani, salah satu peneliti The Centre for Gender Studies in Islamic Worldview, seperti dikutip oleh Qaem Aulasyyahied, memberikan ulasan yang sangat komprehensif dan mendalam tentang sejarah perjuangan jilbab di Indonesia.
Dalam tulisannya yang berjudul “Sejarah Jilbab yang terlupakan”, Sarah mengungkapkan bahwa pernggunaan jilbab di Indonesia sudah dapat ditemukan sekitar tahun 1400 M atau 6 abad yang lalu, Sulthanah Sri Ratu Nihrasyiah Rawangsa Khadiyu yang memerintah kerajaan Samudera Pasai hingga tahun 1427 M, Sulthanah Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam Shah Johan berdaulat yang memerintah Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1641-1675 M dan Sulthanah Sri Ratu Zakiyatuddin Inayat Syah (1678-1688 M) sudah berjilbab, meski jilbab mereka terlihat masih belum sempurna dan masih berupa selendang atau kain yang dijadikan sebagai kerudung.
1. Zaman Dulu Jilbab Belum Syar’i karena Sulitnya Mengakses Kitab-Kitab Fikih
Lalu, pada perkembangan tahun 1800-1900-an, seperti yang diperlihatkan pada foto-foto dalam buku Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara, rupanya sudah banyak didapati muslimah yang memakai jilbab secara tertutup, seperti Nyai Achmad Dahlan beserta pengurus Nasyiatul Aisiyah Muhammadiyah.
Juga seorang muslimah bernama Rahmah el-Yanusiah yang dalam kongres Kaum Perempuan di Batavia memperjuangkan pakaian busana perempuan Indonesia hendaknya memakai kerudung. Adapun para pendahulu kita tersebut memakai kerudung belum memenuhi kriteria syar’i dikarenakan pada masa itu, kitab-kitab fikih masih sulit di akses, sehingga pengetahuan tentang kriteria jilbab syari hanya didapatkan dari kitab fikih yang stagnan.
Padahal, setidaknya ada delapan kriteria yang harus dipenuhi muslimah ketika memakai jilbab, seperti yang dijelaskan Nasiruddin al-albani dalam kitabnya, Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah fil Kitab was-Sunnah. Yakni, menutup seluruh tubuh selain yang dikecualikan (wajah dan telapak tangan), tidak untuk bersolek/ berhias, kainnya harus tebal alias tidak tipis, kainnya harus longgar dan tidak ketat, tidak boleh memberi wewangian, tidak boleh menyerupai pakaian laki-laki, tidak boleh menyerupai pakaian wanita kafir, dan bukan libas as-syuhrah (pakaian untuk mencari popularitas).
2. Diskriminasi kepada Kaum Muslimah

Penjelasan ini memberikan satu simpulan penting bahwa pengertian jilbab yang syari merupakan bentuk ketetapan syariat yang telah diatur sedemikian rupa dengan tujuan agar perempuan berbusana sopan, dapat melindungi kehormatannya dan menjaga keselamatan dirinya. Menggunakan jilbab haruslah dari niat taat kepada syariat Islam sebagai bentuk kpatuhan kepada Allah dan manifestasi dari keimanan.
Namun, pada perkembangan selanjutnya, Indonesia merekam jejak kelam dalam hal jilbab ini.
Ketika para wanita muslimah Indonesia sudah mulai mengetahui pentingnya memakai jilbab syari, di saat itulah mereka bagaikan memegang bara api di tangan. Pasalnya, pemerintah orde baru saat itu membuat keputusan yang mendiskriminasikan kaum muslim, khususnya muslimah. Dengan cara melarang anak sekolah dan instansi-instansi umum memakai jilbab. Yakni Surat Keputusan (SK) 052/C/Kep/D/82 yang mengatur bentuk dan pemakaian seragam bagi siswa di sekolah-sekolah negeri, di mana jilbab merupakan hal yang dilarang.
Lantas berbagai upaya pun dilakukan, mulai dari cara yang ‘ringan’ sampai cara yang ‘keras’ oleh banyak siswa dan berbagai elemen serta lembaga yang peduli dengan persoalan ini, hingga akhirnya perjuangan mereka membuahkan hasil, yakni pada tanggal 16 Februari 1991, SK lama diganti dengan seragam sekolah yang baru, yaitu SK 100/C/Kep/D/1991, yang ditandatangi resmi setelah melalui konsultasi dengan berbagai pihak.
Subhanallah, ternyata para muslimah saat itu, benar-benar mempertahankan jilbab mereka dari pelarangan diskriminasi. Ya, perjuangan itu disebabkan karena kesadaran dan keyakinan mereka untuk menjaga aurat sebagai hal yang urgen dalam agama Islam.
[bersambung] . . .
Hot News
Memilih Jilbab Manis untuk Muslimah
Cara Pakai Jilbab Modis dan Syari Bagi Muslimah
Kewajiban Istri Solehah terhadap Suami
Agar Muslimah tidak Konsumtif Menghadapi Trend Busana Muslim