
Syair memiliki arti yang sama dengan sajak atau puisi. Ia merupakan rangkaian kata terpilih, tersusun secara sistematis, dan memiliki rasa tertentu. Seperti karya tulis lain semisal cerita pendek (cerpen) dan novel, syair memiliki pesan tertentu yang ditujukan kepada pembacanya. Maka, ketika kita bicara tentang syair islami, maka barang tentu rangkaian kata puitis yang tersaji merupakan manifestasi dari ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin.
Abi dan Ummi barangkali sering mendengar lantunan suara dari pengeras suara masjid menjelang subuh dan maghrib. Lantunan syahdu itu adalah syair puja-puji dan shalawat kepada Rasulullah SAW karya Syaikh Mahmud al Khusairi. Pelantunnya adalah Syaikh Abdul Azis dari Mesir. Biasanya, syair itu diputar dalam bentuk kaset atau mp3 oleh pengurus masjid. Bait puja-puji itu dikenal dengan Shalawat Tarhim.
Selain puja-puji kepada Nabi Muhammad SAW, bait Shalawat Tarhim juga berisi kisah perjalanan Irsa’ Mi’raj beliau. Perjalanan suci dari masjid Al-Aqsa di Palestina ke Sidratul Muntaha di langit ke-7. Di langit itulah Nabi memimpin para penghuni langit menjalankan ibadah shalat.

Mengutip laman madinatuliman, berikut ini teks Shalawat Tarhim yang diterjemahkan oleh KH. Munawir Abdul Fattah, Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta.
الصلاة والسلام عليك
يا امام المجاهدين يا رسول الله
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ imâmal mujâhidîn yâ Rasûlallâh
“Shalawat dan salam kepadamu
duhai pemimpin para pejuang (mujahidin), duhai Rasulullah…”
الصلاة والسلام عليك
يا نا صرالهدى يا خير خلق الله
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral hudâ yâ khayra khalqillâh
“Shalawat dan salam kepadamu
duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk Allah yang terbaik”

الصلاة والسلام عليك
يا ناصر الحق يا رسول الله
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral haqqi yâ Rasûlallâh
“Shalawat dan salam kepadamu
duhai penolong kebenaran, duhai utusan Allah (duhai Rasulullah)…”
الصلاة والسلام عليك
يامن اسرى بك المهيمن ليلا نلت ما نلت والانام نيام
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ Man asrâ bikal muhayminu laylan nilta mâ nilta wal-anâmu niyâmu
“Shalawat dan salam kepadamu
duhai yang memperjalankanmu di malam hari, Dialah Yang Maha Melindungi, engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara manusia tidur,
وتقدمت للصلاة فصلى كل من في السماء وانت الامام
والي المنتهى رفعت كريما
وسمعت النداء عليك السلام
Wa taqaddamta lish-shalâti fashallâ kulu man fis-samâi wa antal imâmu
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman wa sai’tan nidâ ‘alaykas salâm
“Semua penghuni langit shalat di belakangmu dan engkau menjadi Imam,
engkau diberangkatkan ke Sidratul Muntahaa karena kemuliaanmu,
dan engkau mendengar ucapan salam atasmu”

يا كريم الاخلاق يا رسول الله
صلي الله عليك وعلي اليك واصحابك اجمعين
Yâ karîmal akhlâq yâ Rasûlallâh
Shallallâhu ‘alayka wa ‘alâ âlika wa ashhâbika ajma’în
“Duhai … yang paling mulia akhlaknya, duhai Rasulullah…
Shalawat Allah semoga tercurah atasmu, atas keluargamu, dan atas sahabatmu seluruhnya”
Syair ini begitu indah. Tersusun apik. Kata-katanya terpilih, mengandung pujian kepada Nabi Muhammad SAW sang kekasih ALLAH SWT. Kalimat pertama pada tiga bait pertama sama. Sebuah pengulangan yang, ketika dilantunkan oleh Syaikh Abdul Azis dengan tempo sedang dan suara meninggi, terdengar begitu menyentuh.
Begitu jelas bahwa bait-bait syair ini mengandung sebuah kerinduan yang sangat mendalam kepada Rasulullah SAW. Syaikh Mahmud al Khusairi seakan mengajak orang-orang beriman untuk senantiasa berzikir dan bershalawat kepada penghulu para nabi itu. Pelantunan syair yang menyentuh dapat menggetarkan hati pendengarnya. Bahkan, jika memahami arti dan maknanya, pendengar akan meneteskan air mata.

Abi dan Ummi, salah satu cara ulama tempo dulu dalam menyalurkan kerinduannya kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah melalui syair islami. Tak sekadar kerinduan, melalui syair islami mereka juga menjelaskan jalan menggapai makrifat Tuhan, menjadi kekasih Allah, dan menjadi orang beriman dengan cara yang benar. Kebanyakan mereka berasal dari kalangan sufi.
Salah satu sufi termasyur bernama Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri atau dikenal dengan nama Jalaluddin Rumi (lahir 30 September 1207 M). Kumpulan puisinya yang terkenal adalah al-Matsnawi al-Maknawi. Matsnawi terdiri dari enam jilid, berisi 25 ribu puisi panjang yang merupakan mutiara ajaran sufi. Melalui Matsnawi, Rumi menuangkan sebagian gagasannya mengenai ilmu kalam, filsafat, dan kecintaan kepada Allah SWT. Rumi juga menulis Diwan Tabrizi. Kumpulan puisi ini terdiri dari 3.200 bait yang meliputi 35 ribu puisi.
Selain Matsnawi, Rumi juga dikenal sebagai sufi pencipta Tarian Berputar (Whirling Dance). Tarian dilakukan dengan memutar tubuh sesuai arah orang melakukan thawaf atau berlawanan dengan arah jarum jam. Tarian ini merupakan manifestasi kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya.
Pujangga besar lainnya adalah Muhammad Iqbal (lahir 9 November 1877). Sebagai seorang filsuf, puisi-puisi pencetus negara Pakistan ini kental dengan gagasan falsafati. Kumpulan puisinya yang terkenal berjudul Asrar-l-Khudi. Sebagai seorang muslim, warna syair islami begitu terasa dalam puisi-puisinya.
Indonesia juga punya sastrawan yang banyak membuat syair islami. Hingga kini ia masih produktif menulis puisi. Dialah Taufiq Ismail (lahir 25 Juni 1935). Menurut Ferid Muhic, seorang profesor filsafat kontemporer di Universitas Cyril dan Methodius di Skopje, Makedonia, puisi-puisi Taufiq Ismail adalah doa. “…puisi Taufiq Ismail bukan puisi! Puisinya adalah doa!” tulisnya di Majalah Sastra Horison edisi Maret 2015.
Puis-puisi Taufiq Ismail yang kental dengan syair islami juga banyak dipentaskan dalam bentuk lagu. Sebut saja Sajadah Panjang (dipopulerkan oleh Bimbo), Ketika Tangan dan Kaki Bicara (dipopulerkan oleh Chrisye), dan Ada Anak Berkata pada Bapaknya (dipopulerkan oleh Gigi).
Kini, buku kumpulan puisi Taufiq Ismail diterjemahkan ke sejumlah bahasa dunia. Dalam bahasa Arab, kumpulan puisinya yang diterjemahkan oleh Prof. Dr. Nabilah Lubis diberi judul Turab Fawqa Turab. Turab berisi 111 puisi. Sedangkan Prof. Dr. Amin Sweeney menerjemahkannya dalam versi bahasa Inggris dengan judul Dust on Dust. Dust on Dust berisi 1.619 puisi yang dibagi dalam tiga jilid.

Syair Islami, Belajar Agama dengan Pendekatan Estetika
Abi dan Ummi, dengan membaca syair islami, kita juga belajar tentang agama akhir zaman ini. Sebab, pada dasarnya, syair islami berisi ajaran Islam yang ditulis dalam bahasa puitis.
Ketika kita membaca syair islami, kita diajak untuk memahami Islam melalui penyajian kata yang begitu memerhatikan unsur estetika atau keindahan. Tentu ini sangat menyenangkan. Sebab, melalui estetika, nilai yang hendak disentuh tak lagi tentang kognisi, melainkan rasa (afeksi) dan intuisi.
Syair islami coba mengetuk batin pembaca dengan penyajian pesan dan pengalaman pribadi yang mencerahkan. Ajaran agama tidak didekati dengan pendekatan kognitif semata, tetapi pendekatan afektif (rasa).
Abi dan Ummi, bukankah kita semua menyukai keindahan? Allah SWT saja menyukai keindahan dan salah satu sifat-Nya adalah Jamal. Maka sudah pasti makhluk cipataan-Nya juga suka keindahan. Salah satu bentuk keindahan yang diciptakan Allah terletak pada bahasa.
Di al-Qur’an sendiri, Allah memberi perhatian kepada penyair. Kita bisa membacanya pada surat ke-26 Asy-Syu’ara. Penyair yang melahirkan kata-kata indah mendapatkan posisi yang terhormat di hadapan Allah jika mereka beriman, berbuat kebajikan, dan banyak mengingat Allah (ayat 227).
Jika segala sesuatu terjadi atas izin Allah, maka kata-kata indah yang lahir dari pemikiran penyair adalah milik Allah. Allah meniupkan ilham kepada penyair dan membiarkan mereka menerjemahkannya dalam bentuk kata-kata indah nan puitis.
Mungkin di antara kita, saat masih lajang, mabuk kepayang saat membaca puisi tentang cinta. Kata-katanya begitu indah dan menyentuh perasaan. Dalam bentuk lain, kita pun akan mabuk kepayang ketika membaca syair islami. Mabuk di sini adalah mabuk cinta kepada Rabb kita.
Dengan membaca syair islami, kita pun bisa lebih bersemangat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keindahan Allah, baik melalui sifat maupun makhluk ciptaan-Nya, menyentuh hati kita melalui media bahasa, yakni syair islami.
Abi dan Ummi, upaya mendekatkan diri kepada Allah dan makhluk ciptaan-Nya melalui kegiatan membaca syair islami juga bisa dilakukan terhadap anak-anak kita. Kita bisa memilihkan syair islami yang cocok untuk mereka. Buku-buku yang memuat syair islami di toko buku sudah banyak beredar.
Syair islami itu, misalnya, bisa kita tempel di ruang tamu dan tempat tidur atau tempat lain yang mudah terlihat oleh mereka. Bingkai dengan rapi agar menarik dan enak dipandang. Membaca kutipan atau potongan pendek syair islami tiap hari diharapkan dapat membentuk karakter anak sesuai dengan isi syair yang mereka lihat.
Nilai-nilai keislaman, dengan begitu, dapat mudah disampaikan kepada anak-anak kita. Jika mereka belum bisa membaca, kita bisa membacakannya. Agar mereka tertarik, syair islami ditulis dan dikombinasi dengan gambar-gambar lucu serta warna cerah. Hal ini dapat mengembangkan imajinasi anak-anak kita. Selamat mencoba!*
(Billy Antoro)