
Nabi Muhammad saw. telah memerintahkan umat-Nya untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam dari Allah Swt. Ajaran-ajaran itu pun lalu ditaati dan dikerjakan oleh kaum Muslim sampai sekarang. Karena Islam menyebar ke berbagai belahan dunia maka ajaran Islam pun mempunyai ekspresi-ekspresi para pengikutnya dalam memahami ajaran Islam, salah satunya tentang ajaran puasa sunah Nabi. Ada diantara ajaran puasa sunah Nabi yang tercampur budaya setempat kemudian dilaksanakan, misalnya dalam adat Jawa yang menggandrungi puasa weton atau puasa kelahiran. Dari situ muncul pertanyaan bolehkah melaksanakan puasa kelahiran? Berikut ulasan penulis.

Dalil yang Diklaim sebagai Perintah Puasa Kelahiran
Di dalam ajaran Nabi saw. ada perintah yang menyebutkan perintah untuk melaksankan puasa sunah Senin Kamis. Riwayatnya ialah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah al-Anshariy atau nama aslinya al-Harits bin Rib’iy. Hadis ini merupakan jawaban Nabi kenapa melakukan puasa Senin Kamis dari pertanyaan sahabatnya itu. Nabi menjawab, bahwa hari Senin merupakan hari kelahirannya sekaligus hari diangkatnya beliau menjadi Rasul dengan diturunkannya wahyu padanya. Berikut hadis yang dimaksud,
و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ عَنْ غَيْلَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْبَدٍ الزِّمَّانِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَقَالَ فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ
Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi telah menceritakan kepada kami Mahdi bin Maimun dari Ghailan dari Abdullah bin Ma’bad az-Zimani dari Abu Qatadah al-Anshari Ra., bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, maka beliau pun menjawab, “Di hari itulah saya dilahirkan, dan pada hari itu pula, wahyu diturunkan atasku,” (H.R. Muslim – 1978).
Hadis di atas juga diriwayatkan oleh dalam kitab Musnad Imam Ahmad nomor 21508.
Menilik Riwayat dari Para Sahabat dan Pendapat Para Ulama
Dalam hadis di atas seolah-olah Nabi beralasan kenapa Beliau melaksanakan puasa senin., yaitu karena hari senin merupakan hari kelahirannya sekaligus hari diangkatnya beliau menjadi Rasul. Hal itu seolah-olah menjadi justifikasi bahwa Nabi melaksanakan puasa kelahiran, padahal tidak begitu. Setidaknya ada beberapa pokok untuk memahami hadis di atas yang dijustifikasi sebagai dalil bolehnya puasa kelahiran.
Pertama, kita harus mengetahui peran Nabi Muhammad sebagai manusia biasanya, selain sebagai Rasul penerima wahyu dari Allah Swt. Ketika hadis itu dibenturkan dalam kapasitas fungsional Nabi saw. sebagai manusia biasa tentunya ketika beliau bersabda tidak bisa dipisahkan dari beliau sendiri. Hal ini berlaku dalam sabda-sabda beliau lainnya yang sifatnya ijtihadiy.
Para ulama sepakat jika suatu hadis dibenturkan dalam kapasitas Nabi saw. sebagai Rasullullah maka wajib ditaati. Namun, jika suatu hadis yang dikemukakan Nabi sebagai manusia biasa, semisal sebagai pemimpin perang, kepala rumah tangga, dan sebagainya kalangan ulama ada yang menyatakan hadis tersebut tidak menjadi ketentuan syariat yang bersifat umum.
Kedua, apa lagi dalam lanjutan hadis itu dijelaskan bahwa hari Senin juga merupakan hari diturunkannya wahyu kepada Nabi saw. Sesungguhnya itu merupakan poin yang ingin dijawab Nabi dalam menjawab pertanyaan sahabatnya. Hal ini juga didukung oleh beberapa hadis yang menyatakan keutamaan hari Senin maupun Kamis sehingga Nabi memerintahkan untuk berpuasa Senin dan Kamis. Bukan sebagai hari kelahiran Nabi sehingga Nabi melakukan puasa kelahiran. Di lain pihak, tidak ada riwayat yang datang dari para sahabat Nabi yang melakukan puasa kelahiran. Terlebih lagi, tidak ditemukannya pendapat ulama mengenai puasa kelahiran ini.
Kesimpulannya, puasa kelahiran merupakan ekspresi keagamaan yang bercampur dengan budaya lokal kemudian dimaknai oleh sebagian orang saja, yaitu orang Jawa tertentu. Puasa kelahiran juga merupakan tafsiran teks keagamaan yang salah dipahami. Untuk itulah dalam memahami hadis maupun Alquran tidak selalu dipahami secara tekstual, perlu ilmu dalam mempelajarinya. Sekian ulasan penulis. Wallahualam bisawab.
Hot News:
21 Manfaat Puasa yang Belum Pernah Terungkap (Kamu Harus Membaca Ini!!)
Puasa Ibu Hamil Bisakah Dilakukan?