
Anak seringkali banyak bertanya, asyik dengan dunia khayalannya, dan marah ketika tidak mendapatkan yang ia inginkan. Ini normal dan merupakan fase karakteristik anak di usia dininya. Pada rentang usia berapakah seorang anak dapat digolongkan kepada masa usia dini? Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang ada pada rentang usia 0-8 tahun, ketika ia sedang berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun mental.
Mungkin sebagian orang tua belum mengetahui penyebab anaknya sering bicara sendiri, senang sekali bertanya, atau yang lebih merepotkan, yaitu ketika dia mengalami tantrum. Berikut ini dipaparkan beberapa karakteristik anak di usia dini dan cara Abi dan Ummi menyikapi karakter-karakter unik tersebut.
Banyak bertanya

Umumnya, seorang anak usia dini memiliki rasa ingin tahu yang besar dan tugas kita sebagai orang dewasalah untuk menjawab pertanyaan mereka. Pada usia bayi, rasa ingin tahu anak ditunjukkan melalui sentuhan. Ia akan meraih barang yang terjangkau olehnya. Setelah itu, saat mampu berbicara, seperti pada usia 3—4 tahun, ia akan sering bertanya, meskipun dengan bahasa yang sederhana.
Seiring dengan bertambahnya perbendaharaan kata, ia akan lebih sering bertanya dan banyak bicara Itu akan sangat menjemukan jika terjadi ketika kita sedang banyak pekerjaan. Ia menyolek-nyolek tubuh kita, menarik tangan kita, bahkan berteriak-teriak di telinga kita untuk sekadar mencari perhatian demi mendapatkan jawaban atas rasa ingin tahunya. Abi dan Ummi, sadarilah bahwa itu merupakan fase pertumbuhan anak-anak kita. Sikapilah hal-hal semacam ini dengan bijaksana karena jika kita salah menyikapinya, efek yang terjadi pada pertumbuhan anak pun akan menjadi buruk.
Kadang-kadang, Kita sebagai orang tua akan malas menjawab pertanyaan ketika ia bertanya sesuatu yang tidak kita ketahui jawabannya. Padahal, Abi dan Ummi bisa menyiasatinya dengan cara memberi pertanyaan lagi pada anak. “Apakah kamu mau jawaban yang ilmiah atau imajinasi?” Dengan begini, anak akan tahu bahwa kita memberikan jawaban yang benar atau hanya mengarang bebas.
Hal semacam ini boleh dilakukan asalkan anak tahu bahwa jawaban yang ia dapatkan hanyalah karangan berdasarkan imajinasi atau jawaban ilmiah yang nantinya bisa dilakukan riset bersama di perpustakaan atau mencari melalui Google. Jika anak memilih jawaban ilmiah, kita hanya perlu memberi pengertian bahwa pertanyaan itu akan kita jawab saat sudah tidak sibuk dan kita akan mengajaknya mencari jawaban tersebut dengan penelusuran informasi melalui internet atau buku. Setelah kita mengajarkan untuk tidak berbohong, proses berikutnya adalah kita harus mengajarkan anak tentang cara menepati janji. Penuhilah janji kita pada anak untuk mencari sumber informasi tentang pertanyaannya.
Abi dan Ummi, mulailah berdamai dengan diri sendiri untuk memprioritaskan anak dibandingkan pekerjaan. Palingkan sejenak wajah kita dari laptop atau pekerjaan yang sedang kita kerjakan. Ketika anak bertanya, tersenyumlah sambil menatap matanya dan jawablah semua pertanyaannya dengan jawaban yang mudah dipahami. Jangan sesekali menjawab dengan jawaban yang asal, bahkan bohong. Anak bagaikan kertas kosong yang siap untuk diisi dengan pena. Ketika salah mengisi, kita akan sulit pula menghapusnya.
Bicara Sendiri

Ketika memasuki usia 4 tahun, anak akan sering berbicara sendiri,baik saat di depan kaca, saat mengenakan sepatu, saat sedang bermain dengan tea set-nya, maupun saat bermain dengan koleksi bonekanya. Sebagian orang tua kerap merasa cemas dengan kondisi seperti ini, khawatir apa yang dialami anak adalah sesautu yang abnormal dan berkaitan dengan gangguan psikis.
Perlu diketahui bahwa pada usia 4 tahun, kemampuan bahasa anak berkembang pada tingkat eksplorasi dengan benda favoritnya. Menurut para ahli, anak yang berbicara sendiri ini berkaitan dengan kemampuan berimajinasi atau ekspresi dari emosi juga fantasinya.
Abi dan Ummi, janganlah terburu-buru menganggap hal ini sebagai sesuatu yang negatif sehingga saat terlalu khawatir, kita malah menegurnya. Selain itu, kadang-kadang ada juga orang dewasa yang menganggap ini terlihat lucu, kemudian menertawakan apa yang anak lakukan. Abi dan Ummi, sebaiknya kita tidak menertawakan hal tersebut. Mengapa? Hal yang kita lakukan tersebut dapat membuyarkan khayalannya atau ketika ditertawakan, dia merasa malu.
Kebiasan pada anak ini merupakan salah satu faktor berkembanganya kognitif anak. Dengan berbicara sendiri, anak kita sedang melakukan proses berpikir dalam menghadapi situasi.
Tantrum
Anak Tantrum (sumber gambar)
Ketika anak merengek, menangis, berteriak, hingga berguling-guling di lantai, kita sebagai orang tua kadang-kadang lelah menyaksikannya. Namun, pahamilah bahwa ini merupakan ujian bagi kita sebagai orang tua: kita berhasil mengatasinya dengan baik atau justru kalah karena terbawa emosi. Ketika anak tantrum, kita jangan terus menuruti hal yang diinginkannya. Jika terlalu sering terjadi, segera koreksi perilaku anak karena ini bukan fase perkembangan yang normal.
Pada prinsipnya, cara menghadapi anak tantrum akan berhasil jika dilakukan dengan konsisten dan diterapkan bersama dengan anggota keluarga lain. Bangunlah komunikasi yang baik dengan keluarga agar terjalin kerja sama yang baik dalam mendidik anak.
Sumber: